Transfer ke Daerah Harus Memberikan Dampak Signifikan bagi Pembangunan Sulawesi Tengah
Ketua Banggar DPR RI, Muhidin M. Said, saat bertukar cenderamata usai pertemuan di Sulawesi Tengah. Foto: Oji/vel
PARLEMENTARIA, Palu - Pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulawesi Tengah pada triwulan III 2024 tercatat sebesar 9,08 persen, didorong oleh sektor pertambangan mineral dan industri smelter, khususnya nikel. Sebagai salah satu penghasil nikel terbesar di Indonesia, nilai tambah dari sektor ini harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Hal ini disampaikan Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Muhidin M. Said, saat memimpin kunjungan kerja Banggar DPR RI ke Sulawesi Tengah, Kamis (21/11/2024).
Kunjungan ini diisi dengan pertemuan di Aula Kantor Gubernur Sulawesi Tengah yang dihadiri oleh Penjabat (PJ) Gubernur Sulawesi Tengah diwakili Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan Rudi Dewanto, Dirjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu Lucky Alfirman, Deputi Gubernur BI Aida S. Budiman, Kepala Kantor BI Sulawesi Tengah, perwakilan Kemenkeu, serta wali kota dan bupati se-Sulawesi Tengah. Diskusi berfokus pada pengalokasian dan serapan Transfer ke Daerah (TKD), perkembangan kredit perbankan, dan alat pembayaran di Sulawesi Tengah.
Muhidin, yang juga legislator dari dapil Sulawesi Tengah, menegaskan bahwa pengalokasian TKD perlu ditingkatkan agar memberikan dampak signifikan terhadap pembangunan daerah. “Pesatnya pembangunan Sulawesi Tengah tidak bisa dilepaskan dari keberadaan industri smelter dan kekayaan alam lainnya. Untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi daerah, kami berharap peran Bank Indonesia (BI) dapat lebih mendorong kredit perbankan bagi UMKM sehingga sektor riil dapat tumbuh dan berkontribusi lebih besar,” jelas politisi senior Partai Golkar tersebut.
Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan Sulawesi Tengah, Rudi Dewanto, menyebutkan bahwa meskipun banyak perbaikan telah dilakukan oleh Kementerian Keuangan dalam pengalokasian TKD, sejumlah tantangan masih ada. “Salah satunya adalah beban gaji Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang memberatkan daerah. Alokasi belanja pegawai kami sudah melebihi 30 persen, seperti yang diatur dalam UU HKPD,” paparnya.
Kepala Bappeda Sulawesi Tengah, Christina Shandra, menambahkan bahwa tingginya ketergantungan daerah terhadap TKD menghambat pengembangan pendapatan asli daerah (PAD) yang belum cukup untuk membiayai pembangunan. “Kami berharap pemerintah pusat dapat menambah alokasi TKD untuk Sulawesi Tengah, terutama untuk mengatasi tanggung jawab terkait PPPK,” ujarnya.
Dirjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu, Lucky Alfirman, memastikan bahwa kebijakan PPPK sudah disesuaikan dengan kemampuan daerah. Namun, pihaknya akan meninjau kembali temuan di lapangan untuk mencari solusi. Lucky juga menjelaskan bahwa fasilitas Treasury Deposit Facility (TDF) dirancang untuk membantu daerah memenuhi kebutuhan pendanaan penting. “Kebijakan TDF bertujuan memastikan anggaran tersedia ketika diperlukan untuk proyek pembangunan strategis,” jelasnya.
Deputi Gubernur BI, Aida S. Budiman, menegaskan komitmen BI dalam mendukung penyaluran kredit perbankan ke UMKM di Sulawesi Tengah. “BI terus berkomitmen mendukung pembangunan UMKM sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi daerah,” ungkapnya.
Dalam sesi diskusi, perwakilan wali kota dan bupati menyampaikan keluhan terkait minimnya pembangunan infrastruktur di wilayah mereka. “Meskipun kami adalah daerah penghasil tambang dan smelter, pembangunan infrastruktur dan fasilitas publik bagi masyarakat masih sangat kurang. Oleh karena itu, kami berharap alokasi TKD untuk daerah penghasil dapat ditingkatkan agar kami bisa mengejar ketertinggalan dari daerah lain,” tutup salah satu perwakilan kepala daerah. (oji/aha)